Entah mengapa, sesiang ini kabut di sekelilingku semakin tebal. Padahal satu jam yang lalu matahari masih setia menemani dan menyiratkan sinarnya yang terik. Detik demi detik semakin cepat waktu berlalu. Masih saja kabut itu menemaniku. Adakah sesuatu yang ingin ia sampaikan padaku? Ku biarkan saja kabut itu terus berarak dan mengikuti setiap langkah kakiku.
Satu jam, dua jam, tiga jam…
Dan seterusnya… aku tak tahu sudah berapa lama kabut itu menemani perjalananku.
Hingga tiba-tiba kulihat kabut itu semakin memerah. Awalnya ia putih, lalu kuning, orange dan sekarang merah…
Tahulah aku bahwa hari semakin beranjak kepada malam..
Tiba-tiba entah dari mana asalnya, keresahan menjalari seluruh persendianku.
Hei! Cukup!
Namun
Lelah mulai menyergapku, ketakutan mulai menghantuiku. Namun tanpa menyerah aku berusaha melawan kabut itu. Satu dua tiga… nafas yang terburu semakin menipis saja kurasa. Sesak, pedih, sakit dan luka mulai menembus tubuhku. Bukan… bukan tubuhku tapi sesuatu yang tersimpan dalam tubuhku, jiwaku. Hei, kabut itu hendak meminta sesuatu itu. Jangan! Tidak! Kumohon jangan ambil hatiku! Aku meronta-ronta dalam tangis yang senyap tak tertahankan. Kumohon jangan! Kumohon!
Aaaaaaargh!!!
Dia mulai menarik paksa hatiku. Sekuat tenaga ku pegang erat hatiku. Jadilah hatiku semakin menghitam karena tersentuh kabut itu. Oh tidak!
Aku berteriak…
Aku menangis…
Aku meronta…
Masih erat ku pegang hati yang sudah tak berbentuk itu.
Kupertahankan satu-satunya benda berharga dalam jiwaku… karena disana kusimpan cinta…
Ya… Cinta…
Hei! Tiba-tiba kutemukan kekuatanku.
Ya… Cinta…
Tanpa kupikirkan apapun ku hendak meneriakkan sebuah kata tapi aku lupa. Bukan. Seharusnya bukan kata. Ya, bukan sebuah kata tapi apa yang hendak aku teriakkan?
Senyap…
Ku coba bertanya pada setiap organ dalam tubuhku namun telingaku telah tuli untuk mendengar. Dan mataku telah buta untuk melihat. Semakin dalam aku merasakan ketakutanku. Oh Tuhan, apa yang terjadi pada diriku? Tiba-tiba terbersit dalam ingatanku.
Allah…
Entah darimana mula asalnya huruf-huruf itu terangkai dalam mulutku, dan tiba-tiba hati yang erat tergenggam itu berdenyut.
Allah…
Kehangatan mulai terasa menjalari sendi-sendi pergelangan tanganku dan kurasakan denyutan itu semakin kuat.
Allah…
Perlahan ku dengar suara denyutan itu semakin jelas di telingaku.
Allah…
Dan hei! Aku melihatnya. Aku melihat kabut itu mencair.
Allah…
Mataku semakin terbuka lebar…
Allah…
Kabut itu menghilang…
Allah…
Cahaya itu menyilaukan…
Indah…
Mempesonaku…
Allah…
Kesadaranku mulai terasa nyata…
Allah…
Ku dapati diriku dalam ruangan kamarku. Dan kabut itu telah pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar