Aku seorang biasa, dengan sejuta cita-cita yang ku bangun untuk melengkapi denyut nadi kehidupan bahwa aku masih hidup dan berada di dunia ini. Aku dengan segala apa yang menempel pada diriku, yang selama ini aku aku sebagai milikku, meski sejatinya kita semua pun tahu apa yang ada pada diriku adalah kepunyaan Tuhanku. Sekilas saja aku tulis tentang diriku. Inilah aku.
Ada sebuah kisah menarik penuh hikmah ketika aku menjalankan ibadah puasaku saat ini, insya Allah. And the story begin...
***
2 minggu sudah puasa ini terlampaui, aku bersyukur dapat menjalankannya dengan sepenuh hati, Insya Allah, meskipun berbeda dengan puasa-puasa sebelumnya, karena sekalipun aku belum pernah merasakan berbuka bersama dengan keluarga di rumah. Setiap sore aku mengajar di sebuah TPQ Ramadhan (begitu kusebut karena hanya ada ketika bulan Ramadhan saja). Mulai dari jam empat sampai waktu berbuka hampir tiba.
Alhamdulillah, setiap pulang dari kegiatan mengajar, aku selalu dibekali ta'jil (makanan berbuka) berupa minuman sirup yang dibungkus dalam plastik dan jajanan anak-anak, sama seperti yang diterima oleh anak-anak yang mengaji di TPQ Ramadhan. Setiap hari selama bulan ini, begitu seterusnya aku jalani.
Dari hari pertama hingga hari ini, tak pernah sekalipun aku berbuka bersama keluargaku karena ketika adzan maghrib tiba aku masih menunggu angkutan yang lewat untuk mengantarku sampai ke rumah. Setiap hari aku berbuka di pinggir jalan, sekedar membatalkan puasaku.
Tapi dua hari yang lalu sungguh berbeda. Alhamdulillah, TPQ Ramadhan selesai lebih awal meskipun mungkin aku masih tidak bisa juga berbuka bersama keluarga, karena memang ternyata waktu berbuka telah tiba dengan ditandai sirine ketika aku masih berada di dalam kendaraan.
Aku pikir, nantilah, aku ingin sekali bisa berbuka puasa di rumah. Karena itu, kutahan diri karena beberapa menit lagi aku akan sampai di rumah.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada seorang laki-laki berpakaian lusuh naik ke atas angkutan yang ku tumpangi. Tubuhnya gempal, berperawakan besar. Terlihat jelas dalam raut wajahnya, dia seorang pengangguran (mungkin) atau setidaknya seorang pekerja kasar. Aku tak mengerti apa yang ada dalam benak pikirannya saat itu, tiba-tiba dia tersenyum padaku dan mengatakan bahwa waktu berbuka sudah tiba. Aku pun hanya mengangguk dan membalas sedikit senyumnya.
“SKSD banget sich...” pikirku tiba-tiba. Astaghfirullah...
***
Ternyata memang tidak berhenti di situ saja, dia bertanya padaku apakah aku sudah berbuka atau belum, padahal di dalam angkutan itu juga ada seorang nenek dan ibu bersamaku. Kenapa tidak bertanya kepada mereka saja. Dan aku hanya tersenyum.
Sejurus kemudian dia mengangsurkan plastik kepadaku yang aku tahu isinya adalah makanan. Tidak, kutolak halus pemberiannya dan aku mengatakan padanya untuk memberikannya kepada nenek atau ibu itu, yang aku tahu ternyata mereka telah berbuka dengan bekal bawaan mereka sendiri.
Aku kira laki-laki itu akan berhenti di situ begitu saja, tak kusangka, dia menanyai semua penumpang yang ada dalam angkutan itu, adakah yang membawa permen. Dia bermaksud memintakannya untukku. Masya Allah...
Karena tidak ada yang membawa, dia angsurkan lagi kantong plastiknya. Dia katakan, ini mbak, makanlah sebagai pembatal puasa, Alhamdulillah saya sudah cukup berbuka dengan ini (sambil memperlihatkan plastik yang berisi minumannya dan sepotong tempe goreng). Karena aku masih terlihat menolak, akhirnya ia pun berujar, terimalah mbak, ini rezeki buat mbak, tidak baik menolaknya apalagi sampai menunda buka puasa. Dia taruh plastik itu di pangkuanku dan bergegas mencari bangku kosong.
Masya Allah, tak lupa aku ucapkan terima kasih. Apa yang aku pikirkan ini? Betapa picik sekali aku telah menilai orang yang telah berbaik hati padaku ini. Lihatlah, betapa dia begitu tulus dengan keluguannya untuk membantuku.
Dan akhirnya, ku nikmati juga sepotong bakwan goreng dari laki-laki itu. Nikmat sungguh karunia yang Allah berikan ini. Padahal aku telah berburuk sangka, astaghfirullah, semoga Allah mengampuniku.